Lampu mercury di setiap sisi
jalan semakin menyoroti. Sebagian cahayanya berwarna kuning adapula yang terang
benderang berwarna putih. Aku (Qina) dan ke delapan teman-temanku masih berkeliaran
di jalanan Ibukota. “Bak anak jalanan.” Banyak orang bilang. Bahkan ada pelesetan
kata sedikit menghina jika aku yang mereka gosipkan, dari kata “Jalanan”
menjadi kata “Jalang”. Wajar mereka terkesan sebal padaku karena aku seorang
perempuan. Namun begitu, aku bukanlah perempuan yang mudah sakit hati, anggun, mudah mengalirkan
air mata (selain membahas tentang ibuku) itu sangat bukan aku. Bukanpula yang
mudah tersinggung seperti perempuan lainnya. Terserah mereka!! Aku tak perduli
penilaian mereka seperti apa padaku. Aku hiduppun tak sampai menghabiskan uang
mereka.
Disaat motor sport kita
beriringan satu sama lain, tiba – tiba semua mendadak berhenti.
“Gila lu yaa? Peraturan apaan
lagi nih?” Sambil meminum soft drink bersoda, Andre sedikit kesal.
“Udalah Sang…ikutin aja apa kata
ketua kita!” seru Arya pada Andre dengan panggilan Musang nama populernya.
Aku yang hanya sedikit memberi
isyarat pada Eki (sang ketua komunitas motor) untuk melanjutkan perjalanan
setelah lampu rambu lalu lintas berpindah warna dari merah ke hijau.
“Baru kali ini gue liat ketua
kita patuhi rambu – rambu lalu lintas?” Tak henti Andre menggerutu.
Semua tak menanggapi. Begitu hening…sama
heningnya dengan situasi sekitar yang menunjukkan pukul 22.15 WIB tepat disaat
banyak orang lelap beristirahat.
Beberapa menit kemudian Eki
memarkirkan motornya menandakan ia akan pulang lebih dulu dan mengingatkan kita
semua agar besok pagi tak terlambat sekolah. Ya!! Kita masih anak sekolahan
yang beranjak memutar otak akan jadi apa kita ke depannya, namun kita masih
sangat labil untuk mematangkan pikiran dan sikap kita ke arah sana. Karena
mungkin usia kita masih sangat muda. Satu tahun dari batas syarat usia
pembuatan KTP.
Keanehan – keanehan yang muncul
akibat sikap ketua kita masih membuat anak komunitas semakin heran. Rio, Arya,
Jeni terutama Andre yang sering memusatkan perhatiannya padaku saling sindir
membahas kejadian semalam. Mungkin mereka pikir karena kedatanganku menjadi
anggota baru di komunitas motor ini, Eki jadi berubah. Padahal bukan. Hanya
sedikit sama prinsipku dengan Eki yang ingin merubah immage komunitas motornya agar tak terus – menerus mencoreng nama baik
sekolah. Bedanya, sejak jadi pembalap motor diusiaku yang ke 15 tahun, aku udah
pegang tuh prinsip. Dimana aku harus jadi orang yang patuh pada peraturan
lingkungan, karena udah gak bisa lagi patuh pada aturan ibuku. Bukan karena aku
terlahir dari hasil MBA. Tapi ada waktunya aku menceritakan semua di waktu yang
tepat pada teman – temanku yang lain.
“Tenang aja Na, bukan karena kamu
kok Eki kayak gini. Mungkin karena kejadian setelah meninggalnya Dion waktu
track – trackan kemaren, belom lama sih ada sekitar sebulan yang lalu.” Feyra
menepuk – nepuk pundakku.
“Iya Fey..nyantei aja lagi. Aku
bukan cewek kesinggungan, trus sedih, galau dan nangis deh. Aku bukan tipe
semua yang kamu kira. Meskipun aku pake jilbab kamu tahu kan aku ini
PEMBALAP??” pernyataanku pada Fey tanda ucapan terima kasihku karena ia udah
perhatian.
“oh iya yaa. Kamu kan pembalap
handal tingkat nasional yang suuper hebat sejak awal SMA. Aku sampe lupa”
candaan Fey mulai memuji berlebih.
Hari ini semua anggota komunitas
motor CBR dikumpulkan oleh Eki sepulang sekolah. Arman yang terburu – buru
mengerjakan PR agar ia bisa ikut berkumpul, hingga ballpoint yang ia gunakan
untuk mengerjakan PR pun masih dijepit dua jari tangannya. Tak heran dia
dijuluki si smart biker. Selain
pinter nge-track dia pinter juga dalam belajar alias mengerjakan semua deretan
soal – soal di sekolah. Gak rugi temenan sama dia. Selain cerdas dia gak pelit.
Makanya serasa makin mendekati sempurna di komunitas kita dengan adanya orang –
orang yang punya nilai positive dibalik hobinya yang sering bikin gak nyaman
orang. Tapi itulah gaya kita. Hobi kita dan hidup kita bareng motor.
“Sorry guys…gue baru sempet
kumpulin loe semua buat ngumumin sedikit perubahan di aturan komunitas kita.”
Dengan gaya kepemimpinannya Raeki yang dengan akrab dipanggil Eki mulai membuka
sesi rapat kali ini.
Selain ngenalin anggota yang baru
yaitu aku cewek tomboy yang satu – satunya berhijab, Eki udah langsung aja
bahas perubahan peraturan komunitas. Diantaranya adalah :
1.
Gak
ada lagi anak motor yang bikin onar. Hindari tawuran sesama anak sekolahan atau
balapan liar sambil nge-Drug.
2.
Wajib
mematuhi rambu – rambu lalu lintas. Selain itu SIM, STNK harus selalu di tangan
para rider. Helm SNI dan patuhi aturan sekolah juga jangan sampai kesiangan!
3.
Sebisa
mungkin yang masih suka rokok. Belajarlah buat tinggalin itu!
4.
Ada
kegiatan sosial yang mesti kita jalani setelah kita mendapat reward.
5.
Terakhir
guys…jangan lupa ibadah loe semua! Mau apapun agama loe tetep loe musti jaga
hubungan loe sama Sang Pencipta.
Ada sedikit tragedi disaat berkumpulnya
komunitas CBR di sekolah kita. Respon anak – anak biker yang kurang serius
akhirnya membuat Eki mulai meninggikan volume suaranya hingga emosi Andre
terpancing.
“Ada yang keberatan dengan
peraturan baru ini? Silahkan angkat kaki dari komunitas motor CBR sekarang
juga!” sindiran Eki dengan nada suara terhentak.
“Eh bro…maksud loe apa ngomong
kayak gitu?” Andre mulai panas dan melangkahkan kakinya dengan menarik kerah
baju Eki sambil melotot.
Yang lain nenangin Andre,
sedangkan Arya menengahi dengan perlahan menanyakan kenapa bisa secepat ini
geng motor CBR berubah menjadi lebih halus ke arah komunitas motor yang
terkesan lembek seperti hilang kepribadian.
Eki yang hanya menarik nafas
tinggi ia mulai memberi pengertian pada semua.
“Guys..udah saatnya kita
memperbaiki kelakuan kita yang selama ini sering bikin ulah. Ini masalah nyawa
kita di sekolah! Kalian sadar kalo sekarang kita udah kelas XII SMA, bentar
lagi kita ujian gimana kalo nanti kita gak lulus? Terus gak ada satupun guru
yang nyelametin kita nanti?” Alasan Eki tampak masih ada yang ditutupi.
“Alaaahhh..gak usah sok deh
loe….Elo udah kena virus merah jambu kan dari si cewek hijaber itu?” Sambil
telunjuknya jelas menunjuk ke arahku dari kejauhan.
“Sama – sama sok alim sekarang yaa? Andre
mengitari tubuh Eki.
“ Jadi, apapun yang cewek norak itu
katain sama loe, loe nurut aja gitu? Karena loe jatuh cinta sama dia, iya kan?”
makin menjadi tuduhannya padaku dan Eki.
Terlihat wajah Eki mulai memerah.
Bukan karena malu ataupun jatuh cinta tapi karena saking marahnya dan
tersinggung pada Andre hingga terbakar emosi.
“Jangan kurang ajar loe yaa…gue
gak sepicik yang loe pikir!” nyaris memberi pukulan ampuh pada Andre.
Malam yang dingin berubah menjadi
panas. Semua biker mulai berkumpul mendekati Andre dan Eki, saling membantu
melerai meninggalkan barisan semula. Aku yang tadinya tangguh, cuek, gak pernah
mikirin sesuatu sampai mendalam, saat ini berubah seperti arah jarum jam yang cepat
berputar menjadi merasa sangat bersalah sama semua temen – temen bikerku itu.
Terutama sama Raeki yang udah difitnah jalin hubungan khusus denganku. Padahal
jelas – jelas setahuku gak boleh ada anak biker satu sama lain yang saling
suka, punya hubungan spesial ataupun lebih dari sekedar teman di komunitas CBR
ini. Itu yang kutahu dari Fey. Makanya gak ada niat sedikitpun ngancurin
komunitas ini dengan cara itu. Kepikiranpun gak.
Sore harinya, tepat di waktu
adzan Ashar berkumandang aku dihampiri Raeki dengan CBR merahnya itu. Aku yang
baru turun dari motorku hampir kaget dan kali ini aku berubah jadi melankolis
akut yang sering menebak gerak – gerik orang lebih ke arah negative. Di otakku
yang ada pasti Eki marah – marah, nyaranin aku buat gak masuk dulu komunitas
atau bahkan keluar aja dari komunitas untuk selamanya biar keadaan aman kayak
dulu.
“Ini ngapain sih kok jadi parno
gini yaa?” sambil mukul kepala aku komat – kamit serasa jantung kepompa makin
cepat.
“Qina…sorry yaa..kamu jadi kebawa
– bawa sama masalah komunitas kita sekarang. Mudah – mudahn kamu ngerti yaa
dengan situasi ini. Aku harap kamu gak quit dari komunitas. Kamu aset kita
banget buat balapan.” Kata Raeki yang buat aku mendadak gak nafas.
Saking kagetnya aku Cuma jawab :
“Ok gak masalah, nyantei aja lagi.”
“Heeuuuh kok Cuma segitu doang
aku ngomong? Bukannya balik minta maaf!” dalam hati ngomong sendiri.
Lima belas menit setelah aku
berkomunikasi pada Illahi Rabbi, aku bergegas keluar mushala sekolah dengan
langsung memasang tali sepatu sportku. Agak sedikit heran, ternyata motor Raeki
masih terparkir di samping motorku. Tapi orangnya hilang dari ujung
pandanganku. Tak lama aku menyalakan motor dan meninggalkan Raeki yang entah
dimana keberadaannya.
Keesokan harinya tepat di hari
Sabtu awal weekend,dimana anak sekolahan yang senang dengan hari itu kita main
bareng. Cari – cari peluang balapan tapi bukan balapan liar yang aku cari. Aku
dan Fey terus menyusuri jalan menghampiri komunitas motor lainnya. Tanpa disengaja
tepat di arah jarum jam 12 di pertigaan tempat kita berhenti, aku dan Fey
melihat Arya yang sedang memberikan helm berstandar Nasional pada pengendara
motor laki – laki sekitar usia berkepala lima.
“Eh Na..loe liat gak tuh di
seberang sana? Itu Arya kan?” Tanya Fey.
“Iya.iyaa gue liat jelas itu
Arya, tapi ngapain ya dia sama bapak itu?” Aku ikut nimbrung komentarin
keberadaan Arya yang sedikit aneh.
Ternyata tak jauh dari motor Arya
tampak Eki sedang menunggu Arya di atas motornya dengan jaket komunitas kita.
Semakin heran aku dan Fey melaju mendekat ke arah mereka. Setelah kita
bergabung, akhirnya aku mengucap syukur melihat jelas Arya sedang berdiskusi
dengan si bapak pengangkut box makanan ringan itu.
“Lain kali bapak harus waspada ya
pak, kalo jalan sini rawan sekali kecelakaan. Apalagi bapak gak pake helm sama
bawa barang lumayan banyak tuh dalam box. Ini kebetulan saya ada helm nganggur
pak gak kepake. Bapak pake aja ya.” Aku Exited banget denger Arya ngomong itu.
“Terima kasih banyak ya dek.
Bapak kira adek itu anak geng motor yang gak peduli sama rakyat biasa kayak
bapak ini.” Bapak sang pedagang makanan ringan itu berterima kasih dengan penuh
haru dengan mata yang berkaca – kaca.
Tumben – tumbenan Fey dan aku
lihat Arya sebaik itu. Ada jiwa pahlawan ternyata di balik pribadi Arya. Namun ketika Fey mulai
meledek dan berceloteh “Eh Bang Arya…terima kasih yaa udah jadi pahlawan hari
ini!” Arya pun menjawab “Bukan aku Fey yang jadi pahlawan. Tapi Eki. Gara –
gara Eki aku jadi kayak gini. Kesentuh banget setelah tadi aku liat Eki
seberangin nenek renta pake tongkat yang tinggal beberapa cm lagi kecium mobil
Jeep yang ugal – ugalan. Terus sobat gue
ini kasih beberapa lembaran uang gitu sama si nenek. Hero banget gak tuh?” Arya
yang kini mulai mengikuti jalur Eki daripada Andre mulai terketuk hatinya untuk
menyisakan jiwanya pada sesama.
Detik di jam tanganku terus
bergerak. Alarm waktu shalat pun terdengar dari handphone salah satu pengendara
CBR diantara kita. Raeki lagi nih pelopornya. Dia mulai ngasih tanda buat
berbelok ke arah mesjid 1 meter tepat di depan kita. Kita bertiga mengikuti apa
kata ketua selama itu baik.
“Kita stop buat shalat Dzuhur
dulu ya guys!” ujar Eki sambil buka helmnya.
Ternyata memang betul – betul
berubah ketua baruku ini. Sampe kepo dan cari tahu apa sebenernya yang membuat
Eki berubah? Mendadak men jadi detektif selain sebagai pelajar dan pembalap
yang mendapat beasiswa Gubernur.
Usai semua shalat dzuhur, Eki memberi
info jadwal balapan nanti malam. Biasalah malam minggu waktu dimana anak – anak
muda ekspresiin jiwa mereka yang apa adanya. Ada yang hura – hura gak jelas
ngabisin uang orang tua, ada juga yang nonton balapan karena alasannya satu,
pacarnya ikut balapan, ada juga yang… ups profesinya sebagai penghibur malam
pelengkap malam para lelaki hidung belang dan gak punya iman. Tapi beda banget
dengan kita makhluk langka yang ikut ajang balapan buat nyalurin bakat lebih
yang tumbuh karena hobi dan hasilnya buat anak yatim, yayasan panti jompo juga kaum
dhu’afa lainnya yang membutuhkan. Sisanya buat sekedar makan bareng anak
komunitas ditutup dengan minum teh hangat di rumah makan sederhana. Tak perlu
yang mewah megah. Itu udah cukup membuat kita bangga.
Hari demi hari kulewati menjadi
detektif yang amatiran namun penuh tantangan. Selama aku mengikuti balapan dan
menjadi juara setelah bergabung dengan ke delapan teman – teman komunitas
motorku, kini aku semakin memahami hidup. Hidup yang tak hanya aku rasakan sendiri.
Namun yang dirasakan salah satu teman komunitasku membuat teriris hati,
mengingatkanku pada ibuku sendiri.
Beribu rasa penasaranku kali ini
semakin menemukan celah – celah jawabannya. Setiap hari kubuntuti Eki setelah
aktifitas sekolah dan perkumpulan kita bubar. Mengendap – endap seperti maling.
Ya aku ikuti dia sampai ke rumahnya. Dua hari dimana aku menjadi detektif
sempat gagal. Karena Eki semakin curiga. Kurasa Eki semakin berusaha
menghindariku. Entah ia tahu aku sering membuntutinya atau tidak. Namun kali
ini aku bisa dengan sangat bebas melihat pemandangan buram seperti kabut asap
yang tebal yang menyesakkan dada. Tiba – tiba Eki memergoki dan tersenyum
padaku.
“Hey Azqina Arshy!! Sedang apa
kamu disini?” sapaan sinisnya menyambarku, hingga aku nyaris terjungkal di
tumpukan rak – rak bekas sekitar gudang.
Dengan menelan ludah aku gugup,
bingung, pikiranku putus. Entah apa yang harus aku jawab. Namun lidahku hanya
mampu mengucap kata maaf. Gaya santainya menjelaskan semua yang kulihat membuat
aku tak takut lagi. Terjawab sudah semua pertanyaan – pertanyaan aku dan teman
– temanku. Ternyata ini yang membuat Eki tiga ratus enam puluh derajat berubah.
HARAP TENANG SEDANG UJIAN
NASIONAL, tulisan di spanduk yang pertama kubaca tepat di bagian depan dinding Sekolah
Menengah Atas (SMA) di daerah BSD tempatku menimba ilmu. Tak terasa sudah hampir
habis catatan masa putih abu – abuku. Jika UN tiba, maka akan tiba pula
kepergian satu angkatan kelas XII dari sekolah. Ujian pun berlangsung dengan
khidmat. Situasi menjadi berbeda setelah satu jam ujian hari pertama
berlangsung. Andre dan Eki kembali adu mulut. Hingga salah satu dari mereka
cedera. Aku heran, bisa – bisanya Andre selalu mengusik hidup Eki. Seingatku
Andre dulu teman dekat Eki meskipun mereka berbeda keyakinan (agama). Akar
permasalahannya masih seputar sikap Eki yang berubah drastis. Teman – teman
yang lain melerai disusul dengan para guru yang bertugas mengawasi UN ikut
mendamaikan.
Tak jera sedikitpun si lelaki
berparas Chinese itu membuat onar di hadapan masyarakat sekolah. Padahal jelas
– jelas layangan DO (Drop Out) sudah di depan mata. Namun beberapa kali batal
menimpanya, hanya karena dia anak dari pasangan pengusaha Property dan yang
lebih penting lagi seorang pemegang utama Yayasan sekolah kita. Ini satu alasan
yang membuatku semakin hari semakin benci pada Andre. Berbeda dengan sikapku
pada Eki yang semakin hari tumbuh rasa yang berbeda. Please Allah jangan sampai
ini terjadi!
“Dokter..tolong selamatkan anak
saya..ini betul anak saya dok.” Pemilik Café terkenal menangis histeris sambil
memeluk lelaki yang sepertinya ku kenal.
“Iya bu tenang ya..saya akan
periksa terlebih dahulu apakah lukanya parah atau tidak!” Tampaknya seru dokter
sedikit khawatir.
Disudut lorong rumah sakit
terlihat Andre yang sedang dibentak –bentak beberapa teman dekatku. Tak salah
lagi yang berbaring di ruang IGD pasti Eki. Sifat melankolisku semakin
terdeteksi. Perasaanku sangat sedih. Tangisku pecah setelah dokter menyatakan bahwa
Eki mengalami koma. Ingin sekali aku memberi pelajaran pada Andre, tapi
kuurungkan niat itu. Aku sadar aku hanya seorang perempuan yang sedang belajar
menjadi perempuan sesungguhnya. Bukan yang setengah laki – laki setengah
perempuan. Cukup kelaki – lakianku terlihat dari hobiku menancapkan gas pada sebuah
motor Sport.
Hari – hari menjelang pelulusan,
aku yang tadinya setia memegang janjiku pada Eki untuk tidak menceritakan apa
yang pernah ia ceritakan padaku sirna sudah. Mungkin ini satu – satunya jalan
yang membuat mereka mengerti termasuk kehadiran wanita cantik pemilik Café
terkenal di daerah JABOTABEK itu. Seperti guide wisatawan aku mengantar teman –
temanku dan wanita seusia ibuku itu ke satu persatu tempat yang sama persis Eki
lalui disaat aku menjadi detektif dadakan. Dari mulai pesantren yang penuh
dengan para santrinya hingga rumah sederhana yang luas namun nampak seperti
lama tak terawat. Hanya beberapa kamar yang terawat karena digunakan sebagai
kegiatan rutinitas. Aku yang antusias menunjukkan suatu kamar kemudian perlahan
kubuka pintu berbahan kayu jati tebal.
“Ini alasan Eki berubah seperti
yang sekarang.” Kataku lirih.
Semua mata terperangah melihat
seorang pria yang sangat mirip dengan Eki namun agak berbeda dari tingkahnya
yang seperti ke-kanak-kanakan. Dia duduk di kursi goyang sambil merintih
menangis, murung dan sangat takut jika didekati orang asing. Jangankan orang
asing, keluarganya sekalipun kadang ia tak kenal. Amnesia Anterograde penyakit yang menemaninya sejak 4 tahun yang
lalu. Miris memang. Bayanganku teringat pada ibu yang telah meninggalkanku sama
sekitar 4 tahun yang lalu juga. Tragedi itu tak akan pernah kulupakan. Cukup
begitu membekas jadi luka di hati.
“Di usianya yang masih belum
cukup untuk mengendarai motor, Raeka (saudara kembar Raeki) nekat mengikuti
trend anak – anak gaul pada saat itu. Bukan laki - laki kalo gak bisa naik motor tanpa
menggunakan helm dengan kecepatan tinggi. Itu yang dianggap trend anak muda.
Waktu begitu cepat merubah Raeki menjadi lebih berani. Setelah mendengar
kakaknya terkena cedera parah di kepala
hingga mengakibatkan sebagian memorinya hilang dan bersikap layaknya anak kecil
karena psikisnya ikut terganggu, ia memutuskan untuk membuat komunitas motor
Honda CBR. Kepedihan yang kakaknya rasakan ia tebus dengan menjadi ketua
komunitas. Selain merasakan pengusiran sang ayah pada keduanya, Eki pun harus
bolak – balik ke kantor polisi mengurus pertanggungjawaban kakaknya yang telah
menabrak seorang pejalan kaki hingga tewas di tempat. Beberapa bulan kasus
Raeka dihapus setelah ia divonis mengalami amnesia
anterograde atau hilangnya ingatan mengenai peristiwa setelah kecelakaan
yang dialami biasanya tampak seperti shock, gegar otak atau terlihat seperti
orang yang kebingungan. Selama hidup terpisah dari keluarga, Raeka dan Raeki
dibantu oleh salah satu pendidik pesantren yang tadi aku perlihatkan pada
kalian semua. Dan ini (sambil aku memegang tangannya) ibu Kayla adalah ibu
kandung Raeka dan Raeki. Sudah begitu lama ia mencari anak kembarnya yang telah
pergi dari rumah hanya berbekal motor sport berjenis CBR yang biasa Eki bawa.
Angin bertiup kencang semakin
menembus dinding tulang. Melihat Raeka yang meronta saat dipeluk ibunya dengan
begitu hangat, semua tak kuasa, tak ada yang tak meneteskan air mata. Detik itu
pula Andre berlari keluar dan langsung menancap gas bergegas menuju rumah sakit
dimana Eki berbaring tak sadarkan diri. Si “Musang” Andre menerobos masuk ke
ruang ICU dan memeluk Eki sambil bergetar bibirnya yang penuh dengan cucuran
air mata.
“Eki..gue minta maaf sama loe.
Andai yang jatuh dari tangga itu gue, gue ikhlas Ki buat nebus segala
kesalahpahaman gue sama loe. Kalo Tuhan mengizinkan gue buat memperbaiki jatah
usia gue, gue rela cinta gue pupus. Karena selama ini gue jeoulus sama loe yang
sering memperlakukan Qina lebih dari biker lainnya.” Rintihan Andre pada Eki
membuahkan hasil yang menakjubkan.
Hari berganti hari hingga tahun
berganti tahun…. Semua pecinta motor sport sudah tak cinta seperti dulu lagi.
Masing – masing sibuk dengan karir yang dijalani.
Disini di negeri tempat dimana
motor CBR tercintaku diciptakan oleh Soichiro Honda, aku menjadi tambatan hati
Raeki. Dari tingginya gunung Fujiyama ini, kuakhiri goresan tintaku dengan
penuh makna. Kini aku merasa tercipta menjadi sakura. Aku hanya
ingin menepuk pundak mereka generasi muda dimana pun berada, untuk sadar akan aturan lalu lintas sebagai
pengendara motor setia jalan raya. Semoga tak ada Raeka – raeka lainnya yang
terpedaya zaman dan tak kenal aturan hingga menewaskan orang – orang yang tak
berdosa. Bahkan mungkin tak mustahil orang – orang yang kita cintai sekalipun
mengalaminya. Kuharap tak ada lagi para ibu yang berakhir tragis hidupnya
seperti jalan cerita ibuku tercinta. Kita bukanlah ikan salmon yang handal
dalam melawan arus karena tak mengenal aturan mengenakan helm atupun rambu –
rambu lalu lintas. Tapi kita adalah makhluk Tuhan yang sempurna akan anugerah
akal untuk berpikir dan hati untuk mempertimbangkan, sedangkan ikan salmon
tidak.
***
Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis
Cerpen ‘Tertib, Aman, dan Selamat Bersepeda Motor di Jalan.’
#SafetyFirst Diselenggarakan oleh Yayasan Astra-Hoda Motor dan Nulisbuku.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar